ForexNews.id – Dolar Amerika Serikat (AS) kembali menguat pada perdagangan Jumat waktu setempat, setelah mengalami tekanan signifikan sehari sebelumnya.
Kenaikan ini terjadi menjelang rilis laporan ketenagakerjaan bulanan yang dinilai krusial bagi arah kebijakan moneter AS dan sentimen global.
Indeks Dolar (DXY), yang mencerminkan kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama, tercatat naik 0,5% ke posisi 102,325 pada pukul 16:45 WIB.
Angka ini mencerminkan pemulihan moderat setelah dolar mengalami penurunan hampir 2% sehari sebelumnya, mencatatkan pelemahan harian terburuk sejak November 2022.
Kondisi pasar yang fluktuatif dipicu oleh pengumuman kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump, yang mengejutkan pelaku pasar dengan tarif 10% untuk seluruh impor, serta tarif tambahan hingga 54% untuk produk asal Tiongkok.
Reaksi pasar tergambar dari aksi jual di bursa saham AS dan lonjakan permintaan aset aman, termasuk obligasi pemerintah, yang berdampak menurunkan imbal hasil dan membebani dolar.
Namun, di balik penguatan jangka pendek ini, analis memperingatkan potensi gejolak struktural. Deutsche Bank, melalui analis seniornya George Saravelos, menyuarakan kekhawatiran tentang kemungkinan terjadinya krisis kepercayaan terhadap dolar.
“Risiko pergeseran besar dalam arus modal global dapat mendominasi faktor fundamental dan menyebabkan pergerakan mata uang menjadi tidak stabil,” tulisnya dalam sebuah laporan.
Situasi ini semakin kompleks karena pelaku pasar juga tengah menantikan pidato Ketua Federal Reserve Jerome Powell, yang akan menyampaikan pandangan terkait dinamika inflasi dan risiko perlambatan ekonomi.
Saat ini, pasar memperkirakan kemungkinan pemangkasan suku bunga sebesar 100 basis poin dalam tahun ini, menandakan kekhawatiran terhadap potensi resesi.
Euro dan Poundsterling Tertekan, Data Jerman Jadi Sorotan
Sementara itu, euro (EUR/USD) melemah 0,7% ke level 1,0975, terkoreksi dari lonjakan sebelumnya yang sempat membawa mata uang tunggal ini ke kisaran 1,1147.
Pelemahan ini dipicu oleh data pesanan industri Jerman yang tidak menunjukkan pertumbuhan pada Februari, meski ada revisi positif untuk data Januari.
Ketidakpastian terhadap pemulihan sektor manufaktur di negara ekonomi terbesar Eropa masih tinggi.
Analis dari ING menyatakan bahwa pasangan EUR/USD kemungkinan akan menemukan support di sekitar 1,1020, namun resistensi kuat tetap berada di area 1,11-1,12, yang secara historis menjadi penghalang kuat sejak krisis finansial global 2008.
Di sisi lain, poundsterling (GBP/USD) terkoreksi 1% ke 1,2971 setelah menyentuh level tertingginya sejak Oktober.
“Kenaikan cepat yang terjadi akhir-akhir ini membuat pasangan ini rentan terhadap konsolidasi di kisaran 1,30-1,32,” tambah ING.
Mata Uang Asia: AUD Tergelincir, Yen Stabil
Di pasar Asia, dolar Australia (AUD/USD) mengalami penurunan tajam hingga 1,9% ke 0,6207.
Dolar Australia yang dikenal sebagai mata uang sensitif terhadap risiko global, terkena dampak dari aksi penghindaran risiko pasca pengumuman tarif impor AS.
Sementara itu, yen Jepang (USD/JPY) diperdagangkan menguat tipis 0,3% ke 146,44, meskipun sempat menyentuh level terendah enam bulan pada sesi sebelumnya.
Dolar terhadap yuan Tiongkok (USD/CNY) relatif stabil di 7,2821, di tengah libur pasar daratan Tiongkok.
Kesimpulan: Arah Dolar Masih Abu-Abu
Kinerja dolar AS saat ini berada dalam persimpangan yang menentukan. Meskipun berhasil bangkit dari tekanan sesaat, ancaman ketidakpastian geopolitik, krisis kepercayaan pasar, serta prospek pemangkasan suku bunga menjadi beban besar bagi masa depan greenback.
Laporan pekerjaan yang akan dirilis, serta sinyal kebijakan dari The Fed, akan menjadi penentu arah pasar dalam waktu dekat.
Dunia kini menanti: apakah dolar mampu mempertahankan statusnya sebagai mata uang cadangan global, atau justru memasuki babak baru krisis kepercayaan yang lebih dalam? (AA)