ForexNews.id – Dolar Amerika Serikat tergelincir pada perdagangan Kamis pagi, menyusul gejolak pasar yang dipicu oleh keputusan mengejutkan mantan Presiden Donald Trump untuk menaikkan tarif terhadap China.
Langkah ini memperbaharui kekhawatiran akan pecahnya perang dagang besar-besaran serta bayang-bayang resesi ekonomi yang berkepanjangan di AS.
Pada pukul 05:25 ET (09:25 GMT), Indeks Dolar — yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama lainnya — turun 0,6% menjadi 101,959.
Meskipun sempat mengalami pemulihan sesaat selama sesi perdagangan malam sebelumnya, mata uang AS tetap berada di dekat titik terendah enam bulan terakhir.
Tarif Tinggi, Kepercayaan Menurun
Kebijakan Trump untuk menaikkan tarif hingga 125% terhadap barang-barang asal China dianggap langkah drastis yang membawa ketidakpastian serius bagi perekonomian global.
Sinyal negatif terhadap arus perdagangan internasional ini juga mengikis kepercayaan pasar terhadap peran dominan dolar AS sebagai mata uang cadangan dunia.
Francois Villeroy de Galhau, anggota dewan gubernur Bank Sentral Eropa, menyebut bahwa sikap tidak konsisten administrasi Trump telah memperlemah legitimasi dolar.
“AS selalu menjadi pilar stabilitas dalam sistem moneter internasional, namun keputusan-keputusan baru-baru ini menciptakan celah dalam fondasi tersebut,” ujarnya.
Data Inflasi Jadi Fokus Utama
Kini, perhatian pasar beralih pada rilis data Indeks Harga Konsumen (CPI) AS untuk bulan Maret.
Diprediksi inflasi utama akan melambat menjadi 2,5% secara tahunan dari 2,8% di bulan sebelumnya, sementara inflasi inti diperkirakan stabil di sekitar 3,0%.
Biasanya, angka inflasi yang tinggi akan mendorong dolar menguat melalui ekspektasi kenaikan suku bunga.
Namun dalam situasi saat ini, tekanan inflasi justru dinilai negatif karena menggerus daya beli konsumen, menambah beban pada ekonomi yang sedang goyah akibat tensi dagang.
Euro dan Yen Naik, Sterling Masih Terkoreksi
Mata uang euro (EUR/USD) menguat 0,8% ke level 1,1040 setelah kabar bahwa AS menghentikan sementara tarif terhadap Uni Eropa.
Langkah tersebut dipandang sebagai upaya menenangkan sekutu lama di tengah meningkatnya isolasi ekonomi AS.
Sementara itu, yen Jepang (USD/JPY) melonjak hingga 1% lebih kuat ke 146,30, didorong oleh data inflasi produsen yang lebih tinggi dari perkiraan serta harapan kenaikan suku bunga lanjutan dari Bank of Japan.
Gubernur BOJ Kazuo Ueda menegaskan bahwa meskipun kondisi global penuh ketidakpastian, jalur pengetatan moneter tetap menjadi prioritas.
Poundsterling Inggris (GBP/USD) juga menguat tipis ke 1,2865, namun tetap dibayangi kekhawatiran akan kelebihan penerbitan utang pemerintah Inggris.
Penurunan harga obligasi Inggris yang tajam belakangan ini mengindikasikan kekhawatiran investor terhadap fundamental fiskal negara tersebut.
Tiongkok Tetap Siaga, Yuan Stabil
USD/CNY diperdagangkan sedikit lebih rendah di 7,3418, setelah sebelumnya mencapai titik tertinggi sejak 2007.
Pasar tetap berhati-hati terhadap respons lanjutan dari Beijing.
Dalam pernyataan resmi, pemerintah China menyatakan siap “melawan sampai akhir” terhadap kebijakan tarif AS, meningkatkan potensi eskalasi konflik.
Penutup
Dengan ketegangan geopolitik yang semakin dalam dan ketidakpastian makroekonomi yang meningkat, pelemahan dolar AS bisa menjadi sinyal awal pergeseran lanskap moneter global.
Investor kini menanti langkah-langkah lanjutan dari The Fed serta arah kebijakan fiskal pemerintahan berikutnya, yang akan sangat menentukan nasib greenback dalam waktu dekat. (AA)