ForexNews.id – Dolar Amerika Serikat mengalami penguatan tipis pada Selasa malam, namun tetap bertahan dekat posisi terendah dalam tiga tahun terakhir.
Penguatan ini datang di tengah meningkatnya kekhawatiran bahwa bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), mulai kehilangan otonominya setelah Presiden Donald Trump kembali melontarkan kritik keras terhadap Ketua The Fed, Jerome Powell.
Indeks Dolar AS (DXY), yang mengukur kekuatan greenback terhadap enam mata uang utama dunia, naik 0,2% menjadi 98,190 pada pukul 19:45 WIB, usai mencapai level terendah sejak Maret 2022 pada sesi sebelumnya.
Namun, kenaikan ini tak mampu menutupi kekhawatiran pasar atas gangguan politik yang mengancam kredibilitas bank sentral.
Trump, yang sejak awal masa jabatannya mempertanyakan kebijakan moneter The Fed, kembali menekan Powell agar segera memangkas suku bunga.
Desakan ini menciptakan ketegangan serius antara Gedung Putih dan lembaga independen yang bertugas menjaga kestabilan inflasi dan lapangan kerja.
Kritik publik semacam ini jarang terjadi dan dinilai membahayakan integritas kebijakan moneter AS.
“Campur tangan eksekutif terhadap keputusan suku bunga menciptakan kegelisahan besar di pasar global,” tulis analis ING dalam laporan mereka.
“Hal ini bisa mengikis status dolar sebagai mata uang cadangan dunia, yang selama ini ditopang oleh kepercayaan terhadap independensi The Fed.”
Pasar merespons dengan mewaspadai potensi perlambatan ekonomi, seiring meningkatnya spekulasi bahwa Trump tengah mencari kambing hitam untuk kondisi ekonomi yang menantang.
Beberapa ekonom bahkan menilai tekanan ini sebagai sinyal tidak langsung dari pemerintah bahwa kekhawatiran terhadap potensi resesi kini semakin nyata.
Sementara itu, euro sempat menyentuh level tertinggi dalam lebih dari tiga tahun terhadap dolar sebelum turun tipis ke 1,1500.
Meskipun European Central Bank baru saja memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin, arus modal tampaknya bergerak meninggalkan dolar demi mencari keamanan di mata uang lain, termasuk euro dan yen.
Pound sterling juga menunjukkan kekuatan, didukung oleh keputusan Bank of England yang mempertahankan suku bunga di 4,5%.
Namun, inflasi Inggris yang lebih jinak dari perkiraan membuat pasar mulai berspekulasi soal pemangkasan suku bunga pada bulan mendatang.
Di Asia, yen Jepang menguat tajam hingga mendekati level psikologis 140 terhadap dolar, dipicu kombinasi antara aksi jual ekuitas global dan persepsi bahwa yen lebih stabil dalam kondisi ketidakpastian.
Di sisi lain, yuan Tiongkok diperdagangkan lebih tinggi meski Beijing mengirim sinyal kuat lewat penguatan titik tengah yuan untuk mengendalikan volatilitas di tengah perang dagang yang kembali memanas dengan AS.
Ketegangan geopolitik dan perang dagang terus menjadi elemen yang memperkeruh sentimen pasar.
Dengan dolar terjebak di antara tekanan politik domestik dan tantangan eksternal, masa depan greenback kini bergantung bukan hanya pada data ekonomi, tapi juga pada arah angin politik di Washington. (AA)