ForexNews.id – Pada hari Senin, sebagian besar mata uang Asia mengalami penurunan nilai terhadap dolar AS, yang turut merosot di tengah ketidakpastian global yang meningkat akibat kebijakan tarif Presiden AS, Donald Trump, dan kekhawatiran akan resesi ekonomi di Amerika Serikat.
Yuan China Turun Setelah Pembalasan Beijing Yuan China menjadi salah satu mata uang yang mengalami tekanan paling besar, setelah Beijing mengumumkan balasan terhadap kebijakan tarif Trump yang semakin memperburuk ketegangan perdagangan antara kedua negara.
Pasangan mata uang USDCNY menunjukkan kenaikan 0,4%, yang membawa yuan ke level terendahnya dalam lebih dari tiga bulan.
Kebijakan ini, yang membalas tarif Trump dengan mengenakan bea sebesar 34% pada produk-produk AS, memperburuk prospek ekonomi China yang sangat bergantung pada ekspor.
Ditambah lagi, China kini menghadapi tarif total sebesar 54% pada ekspor barangnya ke AS, yang berpotensi memperburuk neraca perdagangan dan meningkatkan kemungkinan lebih banyak stimulus atau pelonggaran moneter dari Beijing.
Namun, intervensi dari Bank Rakyat China untuk menstabilkan yuan tampaknya membatasi penurunan yang lebih dalam.
Meskipun demikian, langkah-langkah pelonggaran lebih lanjut dari pihak berwenang China berisiko memperburuk pelemahan mata uang tersebut, yang akan memperburuk ketidakstabilan ekonomi global.
Resesi AS Meningkatkan Kekhawatiran di Pasar Di sisi lain, kekhawatiran akan potensi resesi di Amerika Serikat semakin menggerogoti sentimen pasar, yang turut berdampak pada dolar AS.
Indeks dolar, yang mengukur kinerja greenback terhadap sekeranjang mata uang utama, berfluktuasi tajam setelah merosot ke level terendah dalam enam bulan pada minggu sebelumnya.
Sementara Trump tetap kukuh dengan kebijakan tarifnya, ia juga mengindikasikan bahwa tarif tersebut akan terus diberlakukan hingga defisit perdagangan AS dengan negara-negara besar berhasil diperbaiki.
Meskipun kebijakan proteksionis biasanya dapat memperkuat dolar dalam jangka pendek, kekhawatiran pasar tentang dampak jangka panjang dari tarif tersebut, terutama yang berkaitan dengan resesi dan tekanan pada pasar tenaga kerja, telah membuat dolar berada dalam posisi rentan.
Terlebih lagi, ekspektasi pasar terhadap pemotongan suku bunga oleh Federal Reserve semakin meningkat, mendorong imbal hasil obligasi pemerintah AS (Treasury) turun tajam.
Mata Uang Asia Lainnya Tertekan Mata uang Asia lainnya juga merasakan dampak dari kebijakan Trump.
Yen Jepang sempat mencatatkan penguatan signifikan, mencapai level tertinggi dalam enam bulan, akibat lonjakan permintaan akan aset aman (safe haven).
Yen diperdagangkan pada 146,31 terhadap dolar AS setelah turun ke level 144,82 yen, di tengah gejolak pasar global dan data ekonomi Jepang yang menunjukkan pertumbuhan upah yang lebih kuat, yang semakin menguatkan ekspektasi kenaikan suku bunga oleh Bank of Japan.
Sementara itu, dolar Australia (AUD) turun 0,3%, dengan Bendahara Australia, Jim Chalmers, memperingatkan dampak ekonomi dari kebijakan tarif AS yang dapat mempengaruhi negara tersebut karena hubungan dagangnya yang erat dengan China.
Ia juga memprediksi bahwa Reserve Bank of Australia (RBA) kemungkinan akan melakukan pemotongan suku bunga lebih lanjut tahun ini.
Won Korea Selatan (KRW) mencatatkan kenaikan 0,5% terhadap dolar, sementara rupee India (INR) tetap stabil pada sekitar 85,5 rupee per dolar.
India, yang tengah terlibat dalam pembicaraan perdagangan dengan AS, memilih untuk tidak membalas tarif Trump, meskipun dampaknya tetap terlihat dalam ketidakpastian perdagangan global.
Kesimpulan Ketegangan perdagangan yang terus meningkat antara AS dan China, serta kebijakan tarif Presiden Trump, telah menciptakan ketidakpastian yang mengguncang pasar keuangan global.
Sementara dolar AS mengalami tekanan, sebagian besar mata uang Asia juga terpuruk, dengan yuan China yang paling merasakan dampaknya.
Meskipun ada langkah-langkah intervensi dari bank sentral untuk menstabilkan mata uang, ketidakpastian global tetap mendominasi, memaksa pasar untuk terus mengamati perkembangan kebijakan tarif dan potensi resesi di AS. (AA)