ForexNews.id – Selasa pagi perdagangan Asia dibuka dengan sentimen positif, didorong oleh harapan terhadap pelonggaran tarif dari Presiden AS Donald Trump serta sikap kehati-hatian dari Bank Sentral Australia terhadap pemangkasan suku bunga lebih lanjut.
Sebagian besar mata uang Asia menunjukkan penguatan moderat pada hari Selasa, di tengah kabar bahwa Presiden Trump kemungkinan akan menunda atau mengecualikan beberapa tarif otomotif, khususnya bagi mitra dagang utama seperti Kanada dan Meksiko.
Selain itu, keputusan pemerintah AS untuk mengecualikan beberapa perangkat elektronik dari tarif impor, termasuk laptop dan ponsel dari China, turut memberikan napas lega kepada pelaku pasar.
Meskipun pasar menunjukkan optimisme, ketidakpastian tetap menyelimuti prospek perdagangan global.
Pemerintahan Trump belum memberikan kepastian mengenai potensi tarif tambahan terhadap sektor semikonduktor dan farmasi, sementara hubungan dagang dengan China terus memanas dengan tarif saling balas mencapai level kumulatif yang signifikan—AS mengenakan hingga 145% tarif pada produk China, dibalas dengan tarif 125% oleh Beijing atas barang-barang dari AS.
Indeks Dolar Melemah, Asia Menguat
Indeks Dolar AS turun 0,1% dalam sesi Asia, memperpanjang pelemahan mendekati posisi terendah tiga tahun yang tercatat pekan lalu.
Sementara itu, beberapa mata uang utama Asia mencatat penguatan:
- Yuan China (USD/CNH dan USD/CNY) masing-masing melemah 0,1% terhadap yuan, menunjukkan penguatan nilai tukar China baik di pasar offshore maupun onshore.
- Yen Jepang (USD/JPY) melemah 0,3%, mengindikasikan adanya arus dana ke aset safe haven di tengah ketidakpastian global.
- Rupee India (USD/INR) turun signifikan sebesar 0,5%, ditopang oleh sentimen positif dari pasar ekuitas dan arus masuk dana asing.
- Dolar Singapura (USD/SGD) mencatat penurunan 0,2%, di tengah kestabilan sektor ekspor negara tersebut.
- Won Korea Selatan (USD/KRW) bergerak mendatar, menjelang keputusan suku bunga dari Bank of Korea yang dijadwalkan Kamis mendatang.
Australia Beri Sinyal Stabilitas Kebijakan
Sementara itu, dolar Australia mencatat lonjakan tertinggi dalam sebulan setelah risalah rapat Reserve Bank of Australia (RBA) menunjukkan bahwa dewan kebijakan memilih menahan suku bunga pada April.
Langkah ini dipandang sebagai isyarat bahwa RBA berhati-hati dalam mengambil keputusan moneter lebih lanjut, mengingat tingginya ketidakpastian akibat tensi tarif global.
Kekhawatiran terhadap dampak perang dagang terhadap inflasi global menjadi sorotan utama dalam risalah tersebut.
RBA menilai bahwa keputusan terkait suku bunga perlu mempertimbangkan perkembangan terbaru dalam kebijakan perdagangan internasional, khususnya antara AS dan China, yang secara tidak langsung bisa memengaruhi prospek pertumbuhan Australia melalui jalur ekspor dan investasi. (AA)