ForexNews.id – Lira Turki mengalami penurunan tajam dalam sepekan terakhir, mencatat pelemahan terbesar dalam hampir dua tahun terakhir.
Perkembangan ini dipicu oleh meningkatnya ketidakpastian politik di negara tersebut, terutama setelah penahanan Walikota Istanbul, Ekrem Imamoglu, yang dikenal sebagai tokoh oposisi utama Presiden Recep Tayyip Erdogan.
Pada Jumat pagi pukul 11:02 waktu Istanbul, lira diperdagangkan 0,5% lebih rendah pada level 38 per dolar.
Selama lima hari terakhir, mata uang Turki ini telah merosot hingga 3,7%, menandai kinerja terburuknya sejak Juni 2023.
Dampak Penahanan Ekrem Imamoglu
Tren penurunan lira dimulai pada Rabu, tepat setelah otoritas Turki menangkap Ekrem Imamoglu.
Imamoglu, yang saat ini menjabat sebagai Walikota Istanbul, dianggap sebagai pesaing kuat Erdogan dalam politik nasional.
Penahanannya memicu ketidakpastian yang membuat investor cemas, mendorong aksi jual besar-besaran di pasar keuangan.
Sebagai respons terhadap gejolak ini, para pemberi pinjaman menjual hingga $9 miliar, mencerminkan kekhawatiran akan stabilitas ekonomi Turki.
Sementara itu, Bank Sentral Turki secara mengejutkan menaikkan suku bunga dalam upaya menahan arus keluar dari deposito lira dan menstabilkan nilai tukar.
Langkah Bank Sentral dan Respons Ekonomi
Menurut laporan dari ekonom Goldman Sachs Group Inc., Clemens Grafe dan Basak Edizgil, kenaikan suku bunga yang dilakukan Bank Sentral Turki adalah langkah defensif untuk mengatasi tekanan pada lira akibat ketidakpastian politik.
Langkah ini diharapkan dapat menahan volatilitas mata uang dan mengurangi spekulasi negatif di pasar.
Namun, masih ada kekhawatiran bahwa dampak dari ketidakstabilan politik ini bisa berlanjut dalam jangka panjang.
Para analis memperkirakan bahwa jika ketegangan politik di Turki terus meningkat, maka tekanan terhadap lira kemungkinan akan semakin besar, dan kepercayaan investor terhadap ekonomi negara tersebut bisa semakin menurun.
Dengan situasi yang terus berkembang, pelaku pasar akan mencermati kebijakan lebih lanjut dari pemerintah dan bank sentral untuk melihat bagaimana Turki menangani ketidakstabilan ekonomi dan politiknya. (AA)