Reuters https://www.reuters.com Reuters
Reuters https://www.reuters.com Reuters

Pelemahan Yuan Terdalam Sejak 2008: Strategi Terselubung atau Risiko Nyata?

ForexNews.id – Yuan Tiongkok kembali menjadi sorotan pasar global setelah mata uang tersebut anjlok ke titik terlemah dalam lebih dari 17 tahun pada Kamis lalu, mencerminkan tekanan geopolitik dan ekonomi yang kian meningkat antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia: China dan Amerika Serikat.

Mata uang yuan onshore (USD/CNY) menyentuh angka 7,3511 per dolar AS, level tertingginya sejak Desember 2007.

Pergerakan ini terjadi setelah enam hari berturut-turut People’s Bank of China (PBOC) menetapkan titik tengah harian yang lebih lemah, menandakan sikap Beijing yang mulai longgar terhadap depresiasi mata uang domestiknya.

Dalam sistem yang dikontrol ketat, nilai tukar yuan tidak bergerak bebas, melainkan dikendalikan oleh PBOC melalui penetapan kurs tengah setiap hari.

Pasangan mata uang ini kemudian diperbolehkan bergerak 2% di atas atau di bawah titik tersebut.

Namun, penetapan titik tengah yang konsisten melemah menimbulkan spekulasi bahwa otoritas moneter China tengah mempersiapkan senjata strategis dalam menghadapi ketegangan perdagangan yang memburuk dengan Amerika Serikat.

Situasi ini memanas setelah Presiden AS Donald Trump pada Rabu kemarin mengejutkan dunia dengan mengenakan tarif impor sebesar 125% terhadap berbagai produk asal China—langkah yang memicu ketegangan diplomatik dan ekonomi.

China, tak tinggal diam, langsung membalas dengan tarif sebesar 84% terhadap produk-produk AS yang masuk ke Negeri Tirai Bambu.

“Perang dagang ini bukan lagi soal angka. Ini tentang posisi dominan global,” ujar seorang analis pasar di Shanghai yang enggan disebutkan namanya.

“Depresiasi yuan bisa menjadi cara bagi Beijing untuk melindungi sektor ekspor mereka dari dampak tarif yang menghantam.”

Pelemahan yuan memang membawa sisi positif bagi eksportir China, karena membuat produk mereka lebih murah dan kompetitif di pasar internasional.

Namun di sisi lain, depresiasi berlebihan juga bisa menimbulkan aliran modal keluar dan meningkatkan beban utang luar negeri, terutama bagi perusahaan yang memiliki kewajiban dalam dolar AS.

Presiden Trump, yang sejak lama menuduh China memanipulasi mata uangnya, tampaknya tak gentar.

Dalam pernyataannya, ia menegaskan tarif ini sebagai “langkah korektif” atas defisit perdagangan AS yang terus melebar, khususnya terhadap China.

Namun, para ekonom memperingatkan bahwa kenaikan tarif justru bisa berbalik menyerang perekonomian AS sendiri, mengingat banyaknya produk buatan China yang masih menjadi kebutuhan penting masyarakat dan industri Amerika.

Menariknya, tarif tinggi ini hanya dikenakan secara spesifik kepada China, sementara negara-negara lain mendapatkan penundaan selama 90 hari.

Langkah ini semakin memperkuat kesan bahwa konfrontasi ekonomi antara Washington dan Beijing akan terus memburuk dalam waktu dekat.

Sementara itu, Beijing menunjukkan sikap keras.

Dalam sebuah pernyataan resmi, pemerintah China menyatakan akan “melawan sampai akhir” dan tidak akan tunduk pada tekanan sepihak dari Amerika Serikat.

Pasar global pun bereaksi. Investor mulai menghindari aset-aset berisiko dan kembali mencari perlindungan di instrumen seperti emas dan obligasi AS.

Analis memprediksi volatilitas nilai tukar yuan akan terus meningkat dalam beberapa minggu mendatang, tergantung pada arah negosiasi dagang dan kebijakan moneter lanjutan dari PBOC.

Dalam jangka pendek, yuan yang lemah mungkin memberikan ruang napas bagi ekspor China.

Namun, jika ketegangan terus meningkat tanpa kompromi politik, dampaknya bisa merembet ke seluruh perekonomian global. (AA)

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *