ForexNews.id – Dalam lanskap valuta asing yang semakin kompleks, UBS baru-baru ini menyoroti Yen Jepang (JPY) sebagai mata uang dengan nilai terbaik saat ini berdasarkan metrik valuasi.
Para ahli strategi FX dari lembaga keuangan tersebut telah menyesuaikan estimasi nilai wajar USD/JPY menjadi 125, menurunkannya sedikit dari proyeksi sebelumnya.
UBS menyebut posisi long pada yen sebagai peluang bullish paling meyakinkan dari perspektif fundamental.
Kesimpulan UBS ini menggarisbawahi selisih suku bunga besar antara Jepang dan Amerika Serikat sebagai penyebab utama kesenjangan terhadap nilai wajar.
Namun, para analis UBS meyakini bahwa dinamika ini dapat berubah bila ekonomi AS menunjukkan perlambatan yang berkelanjutan.
Di sisi berlawanan, Franc Swiss (CHF) kini dinilai paling mahal.
Estimasi nilai wajar terbaru EUR/CHF telah direvisi turun menjadi 1,05, tetap jauh di atas harga pasar saat ini.
UBS memprediksi Swiss National Bank (SNB) akan aktif menahan setiap penguatan signifikan franc, guna menghindari tekanan negatif terhadap ekspor Swiss.
Sementara itu, mata uang berbasis komoditas menghadirkan keragaman dalam valuasi. UBS menilai Dolar Australia (AUD) masih undervalued, membuka potensi apresiasi ke depan.
Sebaliknya, Dolar Kanada (CAD) justru dinilai terlalu mahal, dengan estimasi nilai wajar USD/CAD sebesar 1,52.
UBS mengindikasikan kemungkinan penurunan ke 1,30, asalkan Kanada mampu meningkatkan produktivitas secara substansial—prioritas utama dari pemerintahan barunya.
Lebih jauh lagi, UBS juga memperbarui valuasi Krone Norwegia (NOK), yang kini dipandang lebih murah dari estimasi sebelumnya berkat revisi data paritas daya beli (PPP).
Meski begitu, konvergensi penuh ke nilai wajar tetap sulit dicapai, mengingat kebijakan Norwegia yang menyimpan surplus pendapatan minyak di luar negeri.
Untuk Dolar Selandia Baru (NZD), UBS menilai bahwa mata uang tersebut telah mencerminkan nilai wajarnya secara seimbang.
Pandangan UBS ini mencerminkan pendekatan berbasis valuasi jangka panjang yang mempertimbangkan faktor-faktor fundamental—seperti suku bunga, kebijakan fiskal, dan neraca eksternal—sebagai penentu utama arah mata uang global di tengah gejolak makroekonomi. (AA)